Geometri Euclid

Geometri berasal dari bahasa Yunani geōmetrein yang memiliki arti mengukur bumi. Bapak dari geometri yaitu Euclid atau Eukleidēs (sekitar 325 SM – sekitar 265 SM) dalam tulisannya “The Element” yang menjadi referensi utama dalam bidang geometri hingga abad ke – 20 menjelaskan mengenai Geometri yang kini dikenal dengan Euclidean geometry. Sekitar 2000 tahun setelah dibuatnya “The Element” geometri mengalami perkembangan dimana pada abad ke – 19 muncul non-Euclidean geometry. Dengan perkembangan yang terjadi, apakah obyek ilmu geometri tetap bumi, dimensi ruang dan waktu, atau ada obyek lain yang menjadi dasar pembelajaran dari ilmu geometri. Pada abad ke-19 Felix Klein Erlangen mendefinisikan obyek geometri sebagai sesuatu yang tidak berubah saat dilakukan sebuah sistem transformasi pada obyek tersebut. Pendekatan yang dilakukan Klein pada geometri ini menjadi dasar matematika dan fisika pada abad ke-20. Sesuatu yang tak berubah seperti apakah yang dimaksud oleh Klein? Pada buku “Shape as Memory a Geometric Theory of Architecture” karangan Michael Leyton dijelaskan bahwa dasar dari geometri Euclid adalah gagasan bentuk kongruen. Sebuah bentuk kongruen dengan bentuk lainnya jika saat ditransformasi bagian – bagian pada bentuk tersebut letaknya saling bertepatan. Misalnya terdapat 2 buah segitiga (gambar 2a) dan untuk membuktikan kedua segitiga tersebut kongruen atau tidak maka harus dilakukan sebuah transformasi dalam hal ini rotasi. Saat kedua segitiga bertemu (gambar 2b), kedua segitiga letak setiap elemennya saling bertepatan dan tak terjadi perubahan pada bentuknya dimana segitiga tersebut tetap memiliki tiga sisi dan sudut yang sama besar hanya saja arahnya yang kini telah berubah yaitu segitiga yang sebelumnya mengarah ke atas kini mengarah ke bawah. Perubahan arah yang berhubungan dengan waktu cenderung bagian dari ilmu fisika relativitas dimana perubahan waktu dan pengamat suatu bentuk akan berpengaruh pada bentuk bangun yang menimbulkan geometrization of physic. Ilmu tersebut merupakan pengembangan program geometri Klein namun saya simpulkan bukan bagian dari geometri karena obyek geometri, tetap berpatokan pada definisi Klein, adalah bagian sisi dan sudut segitiga yang tidak berubah. Sesuatu yang tidak berubah saat dilakukan sebuah sistem transformasi pada obyek tersebut. Munculnya Euclidean Geometry Sejak zaman Renaissance sampai abad 900, seni dan matematika terus mengalami perkembangannya, terutama mengenai perspektif dan simetri. Pada masa itu, seni didominasi oleh perspektif yang mewakili ruang sebagai sesuatu yang dilihat oleh mata atas dasar Euclidean. Geometri Euclidean muncul sebagai paradigma untuk mewakili ruang dan dianggap sebagai bentuk/struktur geometris yang ada di alam. Merunut kepada tulisan Galileo Galilei dalam bukunya “Il Saggiatore”: “Semesta tidak dapat dipahami tanpa mengetahui bahasa tertulis yang ada, bahasa ini adalah Matematika dan karakternya berupa segitiga dan lingkaran”. Gagasan tentang sebuah dunia yang ideal dalam Euclidean entah bagaimana kontras dengan kenyataan bahwa “visi menunjukkan garis paralel untuk berkumpul di suatu tempat” (seperti yang sudah dikenal sebagai Euclid dalam tulisan tentang Optik) (Popovici, 2010). Dari sini tampak bahwa kebutuhan pelukis untuk mewakili dunia tiga dimensi pada masa itu hanya bisa dilukiskan dalam dua dimensi dan akhirnya muncullah Geometri proyektif, di mana ruang dapat diganti menjadi ruang proyektif yang mencakup semua garis tak terhingga. Dalam Geometri yang baru, ruang Euclidean masih dengan karakter garis lurus dan lingkaran yang mendominasi tetapi berakhir pada titik tak terhingga. Dari sini saya melihat bahwa gambar proyektif membantu para seniman dan matematikawan pada masa itu untuk menghasilkan gambaran yang lebih real, lebih 3 dimensional dibandingkan pada gambaran yang mengikuti aturan euclidean geometry. Sehingga muncullah teori non-euclidean geometry. Pada saat yang sama, keindahan dan harmoni terus mendominasi seni dan menjadi lebih penting sehingga muncullah gagasan kesimetrisan. Karya arsitektural yang indah diukur melalui kesimetrisan dan menjadi perbincangan. Sampai pada akhirnya, Matematika menempatkan bahasan Postulat V dan secara bertahap menemukan “Non-Euclidean Geometri” dimana kelengkungan menjadi ukuran non-linearitas. Ternyata munculnya istilah euclidean geometry seiring dengan pemikiran mengenai perspektif dan simetri. Dari pikiran dasar para seniman dn matematikawan mengenai bentuk-bentuk 2 dimensional hingga ke bentuk 3 dimensional. Ketika saya belajar geometri di bangku sekolah, saya mengenal bahwa segitiga itu adalah bentuk dua dimensi yang terdiri dari 3 garis dan memiliki jumlah sudut 180 derajat. Lalu, ketika saya mengikuti kuliah geometri mengenai euclidean dan non-euclidean beberapa pekan lalu, pemikiran saya tetang ke-180 derajat-an segitiga itu diputarbalikkan sebesar 180 derajat. Seakan geometri ketika saya bersekolah itu berbeda dengan geometri di arsitektur. Euclidean berbicara tentang bidang planar atau datar. Sehingga, dalam euclidean, garis lurus dapat digambarkan dengan menarik garis dari satu titik ke titik yang lain. Dengan demikian, ketika saya mempertemukan 3 garis lurus dengan 3 titik sudut maka akan terbentuk sebuah bidang yang jumlah sudutnya pasti 180 derajat. Itulah si segitiga saya yang saya kenal sejak sekolah. Tetapi, kemudian saya dipertemukan dengan istilah non-euclidean dimana di sini kita tidak berbicara tentang sesuatu yang datar lagi. Tidak ada lagi yang namanya garis lurus. Tidak ada lagi si segitiga 180 derajat. Segitiga itu seperti diperbesar dan nemplok pada permukaan bumi kita (yang tidak datar melainkan cembung). Maka, yang ada bukan lagi si segitiga 180 derajat, tetapi bisa menjadi segitiga 270 derajat atau mungkin lebih ataupun mungkin juga kurang, kita namakan saja dia si segitiga nemplok. Geometri merupakan suatu ilmu mengukur bumi. Bumi kita bulat, tidak datar. Dan itu sudah terbukti dengan penjelajahan para tetua kita di masa lampau. Tak perlu disangkal lagi. Kalau begitu, teori non-euclidean benar karena tidak berbicara dalam bidang datar? apakah segitiga 180 derajat itu salah, karena sebenarnya tidak ada garis lurus di bumi ini?? Lalu buat apa saya susah-susah belajar tentang segitiga 180 waktu sekolah? Dan apakah benar jika adik saya yang masih duduk di bangku sekolah bertanya berapa jumlah sudut segitiga dan saya menjawab 270 derajat? Hmm..saya rasa tidak. Pasti guru matematikanya akan marah-marah. Lagian, toh selama inipun, dalam merancang yang saya temukan tetap si segitiga 180 derajat, bukan si segitiga nemplok. Terus, kasihan sekali si segitiga nemplok yang seharusnya benar, tapi malah dianggap salah. Kedua sudut pandang ini memiliki sisi kebenaran dan kekurangan masing-masing. Penalaran Deduktif dalam Matematika Penalaran dalam matematika sulit dipisahkan dari kaidah-kaidah logika. Penalaran-penalaran yang demikian dalam matematika dikenal dengan istilah penalaran deduktif. Penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika. Berpikir induksi merupakan suatu proses berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasar pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Menurut kaidah bahasa Indonesia, penalaran deduktif berarti penalaran yang bersifat deduksi, yaitu penalaran atas dasar hal-hal yang bersifat umum kemudian diturunkan ke hal-hal yang khusus. Sedangkan penalaran induktif, secara bahasa berarti penalaran yang bersifat induksi, yaitu penalaran atas dasar dari hal-hal yang bersifat khusus, kemudian disimpulkan menjadi yang bersifat umum. Tercatat beberapa penjelasan tentang deduksi dalam matematika, di antaranya: Proses penalaran dari prinsip umum diturunkan ke kesimpulan fakta khusus Proses penalaran yang konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-premisnya Suatu argument adalah valid deduktif jika dan hanya jika bahwa tidak mungkin konklusi salah padahal premisnya benar. Pembuktian yang menggunakan penalaran deduktif biasanya menggunakan kalimat implikatif yang berupa pernyataan jika …, maka …. Kemudian, dikembangkan dengan menggunakan pola pikir yang disebut silogisme, yaitu sebuah argumen yang terdiri atas tiga bagian. Di dalamnya terdapat dua pernyataan yang benar (premis) yang menjadi dasar dari argument itu, dan sebuah kesimpulan (konklusi) dari argument tersebut. Di dalam logika, sebagai cabang (inti) matematika yang banyak membahas tentang silogisme terdapat beberapa aturan yang menyatakan apakah silogisme itu valid (sahih) atau tidak. (1) Premis Mayor – Premis pertama haruslah memiliki satu hal yang berhubungan dengan premis yang kedua (2) Premis Minor – Premis kedua haruslah memiliki satu hal yang berhubungan dengan premis pertama (3) Konklusi – Kesimpulannya haruslah memiliki satu hal yang berhubungan dengan kedua premis tersebut. Contoh 2.1 Premis Mayor : Semua serangga termasuk vertebrata Premis Minor : Semua semut termasuk serangga Konklusi : Jadi, semua semut termasuk vertebrata Contoh 2.2 Premis Mayor : Jumlah ketiga sudut segitiga besarnya 1800 Premis Minor : Dua pasang sudut segitiga ukurannya sama besar Konklusi : Jadi, pasangan sudut ketiga dari dua segitiga itu sama. Definisi Postulat Teorema/dalil/formula/rumus Aksioma Akibat Sekarang saya mau memberi gambaran atau sedikit penjelasan tentang kata-kata tersebut dan kata-kata lainnya. Definisi: suatu pernyataan yang dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan keabsahannya. Dengan menggunakan definisi dalam suatu pembuktian, sebagian dari pekerjaan membuktikan dapat disederhanakan. Postulat: suatu pernyataan yang tidak perlu dibuktikan keabsahannya lagi, yang bernilai sama dengan suatu teorema. Teorema/dalil/formula/rumus: pernyataan yang dapat diterima setelah dibuktikan. Teorema dapat berbentuk sederhana atau rumit. Aksioma: umumnya sama dengan postulat, hanya aksioma banyak ditemukan di aljabar, sedangkan postulat di geometri. Akibat: berasal dari teorema, atau merupakan dalil akibat dari suatu teorema, yang terkadang harus dibuktikan terpisah dari teoremanya. Dalam geometri (Euclides)telah di tetapkan beberapa unsur yaitu: 1. Titik 2. Garis 3. Bidang Titik Titik tidak didefinisikan, akan tetapi titik di gambarkan sebagai noktah, dilambangkan dengan huruf besar misalkan A, B, C, D dsb Titik tidak memiliki panjang, lebar maupun tingi. Garis Garis tidak di definisikan, akan tetapi garis dilambangkan dengan huruf latin kecil misal : a, b, c, d dsb Garis memiliki panjang akan tetapi tidak memiliki lebar dan tinggi. Bisa juga dibuktikan dua titik akan membentuk suatu garis. Bidang Bidang tidak didefinisikan,tetapi bidang memiliki panjang, lebar dan tinggi. Bidang dilambangkan dengan huruf kecil misal : a, b, c, d dsb Unsur-unsur atau konsep dalam geometri Geometri Euklides adalah sebuah geometri klasik, terdiri atas 5 postulat, yang dinisbahkan terhadap matematikawanYunani KunoEuklides. Geometri Euklides merupakan sistem aksiomatik, di mana semua teorema ("pernyataan yang benar") diturunkan dari bilangan aksioma yang terbatas. Mendekati buku awalnya Elemen, Euklid memberikan 5 postulat: 1. Setiap 2 titik dapat digabungkan oleh 1 garis lurus. 2. Setiap garis lurus dapat diperpanjang sampai tak terhingga dengan garis lurus. 3. Diberikan setiap segmen garis lurus, sebuah lingkaran dapat digambar memiliki segmen ini sebagai jari-jari dan 1 titik ujung sebagai pusat. 4. Semua sudut di kanan itu kongruen. 5. Postulat paralel. Jika 2 garis bertemu di sepertiga jalan di mana jumlah sudut dalam di 1 sisi kurang dari 2 sudut yang di kanan, kedua garis itu harus bertemu satu sama lain di sisi itu jika diperpanjang lebih jauh lagi

Geometri Euclid Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Catatanku